Bogor (14/12) – Balai Besar Guru dan Tenaga Kependidikan (BBGTK) Provinsi Jawa Barat bersama Balai Guru dan Tenaga Kependidikan (BGTK) Provinsi Banten menyelenggarakan Seminar Internasional bertajuk “Empowering Minds: Where STEAM Meets Code and AI” di Swiss-Belcourt Bogor. Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian penguatan kapasitas pendidik dalam menghadapi transformasi pembelajaran di era kecerdasan artifisial dan teknologi digital.

Seminar internasional ini menghadirkan narasumber dari berbagai negara, yakni Dr. Mo Qureshi (VEX Robotics Hongkong), Dr. Shamimah Parveen Abd Rahim (SEAMEO RECSAM Malaysia), Dr. Zengchang Qin (Beihang University, China), serta Lia Laela Sarah dari LabSchool UPI Bandung. Diskusi dipandu oleh moderator Arief Husein Maulani, M.Si., dan diikuti oleh peserta dari berbagai latar belakang pendidikan.

Dalam paparannya, Dr. Mo Qureshi menekankan bahwa kecerdasan artifisial dan robotik merupakan hasil kreativitas manusia yang terinspirasi dari alam. Menurutnya, AI harus diposisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan membantu memecahkan persoalan nyata. “Jangan takut membuat kesalahan. Proses belajar adalah siklus berulang dari kegagalan yang disempurnakan menjadi inovasi,” ungkapnya sembari memperkenalkan pendekatan pembelajaran berbasis robotik melalui VEX Robotics.

Sementara itu, Dr. Shamimah Parveen Abd Rahim dari SEAMEO RECSAM menyoroti pentingnya keseimbangan antara pedagogi dan pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran STEAM. Ia menjelaskan bahwa berpikir komputasional menjadi keterampilan kunci yang perlu ditanamkan sejak dini, baik melalui aktivitas berbasis teknologi (plugged) maupun tanpa teknologi (unplugged). “Mengajar dengan cara lama di tengah dunia yang terus berubah justru dapat menghambat kreativitas siswa,” tegasnya.

Dari perspektif global, Dr. Zengchang Qin memaparkan bagaimana kebijakan pendidikan di Tiongkok telah menjadikan AI sebagai bagian dari pembelajaran STEAM secara terstruktur. Ia menekankan pentingnya etika AI, penyesuaian penggunaan teknologi dengan usia peserta didik, serta peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan berkelanjutan dan kemitraan dengan industri. “AI hanyalah alat. Peran guru tetap krusial dalam memastikan pembelajaran bermakna dan relevan,” ujarnya.

Pengalaman praktik di Indonesia disampaikan oleh Lia Laela Sarah dari LabSchool UPI Bandung. Ia menegaskan bahwa integrasi coding dan AI dalam pembelajaran STEAM tidak bertujuan menjadikan siswa sebagai programmer, melainkan untuk membantu siswa memahami konsep sains secara mendalam. “AI dan coding harus menjadi sarana untuk memperkaya pembelajaran, bukan sekadar tambahan teknologi tanpa makna,” jelasnya.

Melalui sesi diskusi dan tanya jawab, peserta aktif menggali strategi implementasi STEAM, coding, dan AI di sekolah dengan berbagai keterbatasan sumber daya. Para narasumber sepakat bahwa kolaborasi, pelatihan guru yang berkelanjutan, serta pendekatan pembelajaran berbasis proyek menjadi kunci dalam memperkecil kesenjangan antara ekspektasi guru dan kebutuhan belajar siswa.

Seminar ini menghasilkan sejumlah rekomendasi, antara lain penguatan program pelatihan guru dalam pembelajaran STEAM dan kecerdasan artifisial, pengembangan modul terintegrasi berbasis konteks Indonesia, serta perluasan kolaborasi internasional untuk riset dan implementasi AI di satuan pendidikan. Melalui kegiatan ini, BBGTK Jawa Barat dan BGTK Banten berharap dapat mendorong lahirnya ekosistem pembelajaran yang adaptif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan teknologi masa depan.